Banjir Penolakan MK Akan Putus Pemilu Proporsional Tertutup
Beredar kabar Mahkamah Konstitusi (MK) akan segera memutus permohonan terkait UU Pemilu, yakni mengenai sistem pemilu. MK disebut akan memutus sistem pemilihan anggota legislatif dengan proporsional tertutup.
Informasi tersebut pertama kali disampaikan oleh Pakar Hukum Tata Negara Prof. Denny Indrayana.
"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," kata Denny.
"Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting (perbedaan pendapat)," tambah dia.
Putusan yang dimaksud Denny belum dibacakan oleh MK. Tapi ia memastikan bahwa informasi yang ia peroleh dapat dipercaya.
"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan hakim konstitusi," ucap dia.
Setelah Denny membeberkan informasi tersebut, muncul beragam tanggapan dari partai politik hingga pejabat negara. Ada yang mengecam dan mengusut agar pernyataan Denny ini diusut.
Berikut kumparan rangkum:
SBY Respons Kabar MK Bakal Putus Pemilu Jadi Tertutup: Bisa Picu Chaos Politik!
Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menilai, jika apa yang disampaikan Denny benar, maka hal tersebut akan menjadi isu besar dalam dunia politik di Indonesia. Dia pun melontarkan pertanyaan kritis terkait putusan M
K tersebut.
"Pertanyaan pertama kepada MK, apakah ada kegentingan dan kedaruratan sehingga sistem pemilu diganti ketika proses pemilu sudah dimulai?" kata SBY.
SBY mengingatkan, bahwa partai-partai baru saja menyerahkan bakal calegnya kepada KPU. Jika ada pergantian sistem pemilu saat ini, kata dia, bisa menimbulkan kekacauan.
"Pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan “chaos” politik," ucap dia.
SBY juga bertanya kepada MK, jika benar sistem pemilu diubah menjadi proporsional tertutup, apakah menandakan UU Sistem Pemilu Terbuka bertentangan dengan konstitusi?
"Sesuai konstitusi, domain dan wewenang MK adalah menilai apakah sebuah UU bertentangan dengan konstitusi, dan bukan menetapkan UU mana yang paling tepat, sistem pemilu tertutup atau terbuka?" kata dia.
SBY mengatakan, jika MK tidak memiliki argumentasi kuat bahwa sistem pemilu terbuka bertentangan dengan konstitusi sehingga diganti menjadi tertutup, mayoritas rakyat akan sulit menerimanya.
"Ingat, semua lembaga negara termasuk Presiden, DPR dan MK harus sama-sama akuntabel di hadapan rakyat," ucapnya.
Ditambah lagi, kata SBY, penetapan UU tentang sistem pemilu berada di tangan Presiden dan DPR sebagai pembuat UU, bukan di tangan MK. Semestinya, kata dia, presiden dan DPR punya suara terkait hal tersebut.
SBY meyakini, dalam penyusunan DCS, parpol dan caleg berasumsi sistem pemilu tidak diubah, tetap terbuka. Jika di tengah jalan diubah oleh MK, maka akan jadi persoalan serius. SBY berpesan, KPU dan parpol harus siap mengelola krisis tersebut.
Di sisi lain, dia tetap berharap pelaksanaan pemilu 2024 tidak terganggu. Dia pun menilai, pemilu 2024 seharusnya tetap menggunakan sistem pemilu proporsional tertutup.
NasDem: Jika MK Putuskan Sistem Pemilu Tertutup, Hak Rakyat Direnggut
Ketua DPP Partai NasDem, Taufik Basari atau Tobas berharap kabar tersebut tidak benar. Menurutnya, dengan adanya sistem pemilu terbuka rakyat mendapatkan tambahan hak untuk mengetahui calon anggota DPR.
"Dengan pelaksanaan pemilu sistem terbuka sejak tahun 2009, rakyat mendapatkan tambahan hak berupa hak untuk mengetahui siapa calon anggota DPR yang akan diberikan kepercayaan suaranya, bagaimana kualitas dan rekam jejaknya dan dapat menagih amanat yang telah diberikan langsung kepada anggota yang terpilih," kata Tobas.
Tobas menilai, jika MK kembali memutuskan sistem pemilu dengan proporsional tertutup, maka hak-hak rakyat dalam berdemokrasi tidak lagi bisa dinikmati.
"Jika Mahkamah Konstitusi memutus untuk kembali ke sistem tertutup seperti sebelum tahun 2009, maka hak rakyat yang telah dinikmati dan telah berjalan dengan memberikan dampak positif bagi jalannya demokrasi ini direnggut," ucapnya.
Lebih jauh, anggota komisi III DPR RI itu menilai, seharusnya publik tidak boleh diam ketika haknya direnggut tapi harus berteriak dan mempertahankan hak yang telah didapatkannya ini.
"Sekali lagi, saya berharap info Prof Denny Indrayana keliru, karena semestinya hasil musyawarah Hakim Konstitusi tidak boleh beredar keluar," ucap Tobas.
Tobas menuturkan, proses musyawarah Hakim Konstitusi sebenarnya masih bisa terus berlangsung dan terus mengalami pembaharuan hingga beberapa saat jelang pembacaan putusan dalam sidang terbuka.
PKS ke MK: Apakah Pemilu Terbuka Langgar Konstitusi sehingga Diubah Tertutup?
Ketua Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid (HNW) berharap informasi yang diterima Denny tidak benar. Menurutnya, jika MK memutuskan mengubah sistem Pemilu dari terbuka menjadi tertutup, MK tidak konsisten dengan keputusannya sendiri.
"Tahun 2008 MK sudah memutuskan keputusan yang mengarahkan sistem Pemilu yang tadinya tertutup menjadi terbuka dan itu yang dilaksanakan dalam Pemilu 2009, 2014 dan 2019," kata HNW.
HNW mempertanyakan, apabila MK memutuskan Pemilu tertutup, bagaimana MK menyikapi tentang sifat daripada keputusan MK dalam UU Pasal 24 c ayat 1 yang disebutkan, sebagai keputusan MK sifatnya final dan mengikat dan keputusan 28 itu final dan mengikat.
"Kalau sekarang akan diubah, apa alasan konstitusionalnya? Apakah sistem terbuka melanggar konstitusi? Pasal berapa yang dilanggar? Enggak ada," ucapnya.
HNW menilai, konstitusi di Indonesia terkait dengan sistem Pemilu, lebih kepada arah sistem proporsional terbuka.
"Sekali lagi, saya berpendapat, konstitusi lebih dekat dengan sistem terbuka daripada tertutup. Karena kalau tertutup, kita akan ditarik kepada side back era pra reformasi orde baru, saat itu kan kita nyoblos gambar (partai). Masa demokrasi mau di bawa ke sana?" terang dia.
Jika MK memutuskan Pemilu tertutup, itu berarti MK mengubah keputusannya. Sehingga, HNW menilai harus ada pasal konstitusional yang benar dan bisa dinilai keputusan MK yang dulu, salah.
Golkar soal Isu MK Putus Pemilu Proporsional Tertutup: Akan Menguras Energi Lagi
Politisi Golkar, Ahmad Doli, berharap isu tersebut tak benar dan MK tetap konsisten memutus pemilu dengan sistem proporsional terbuka.
"Kan, kita sudah memulai tahapan itu pada 14 Juni. Dan sekarang, kan, tahapan itu semakin maju, semua orang sudah mendaftarkan bakal Caleg-nya. Semua tingkatan," kata Wakil Ketua Umum Golkar, Ahmad Doli.
"Oleh karena itu, kita, sih, sangat berharap 9 hakim konstitusi konsisten dengan keputusan MK pada tahun 2008. Yang memang menegaskan bahwa sistem yang kita gunakan adalah sistem proporsional terbuka," tambahnya.
Doli menegaskan, Golkar posisinya jelas: meminta kepada sembilan hakim konstitusi itu bersama dengan 7 Parpol bahwa sebaiknya Pemilu tahun 2024 tetap menggunakan sistem yang eksisting.
"Dan nanti kalaupun ada perubahan sebaiknya dilaksanakan sebelum tahapan Pemilu dilaksanakan, atau Pemilu selesai," kata dia.
"Jadi menurut saya jika ditetapkan berbeda dari yang sekarang, atau yang selama ini sudah berlaku, ini akan menguras energi lagi. Ini kan artinya semua partai-partai yang mengusung Bacaleg ini kan udah berarti wasting gitu lho," ungkapnya.
Doli sendiri optimis hakim konstitusi akan melihat realitas persiapan tahapan Pemilu yang dilakukan oleh masyarakat dan KPU. Sebelum memutus permohonan tersebut.
Mahfud Sudah Tanya MK: Belum Ada Putusan Sistem Pemilu, Hanya Analisis
Menko Polhukam Mahfud MD sudah mengkonfirmasi informasi tersebut ke MK, dan dipastikan belum ada putusan soal sistem pemilu.
"Saya tadi memastikan ke MK apa betul itu sudah diputuskan, belum itu, hanya analisis orang luar yang mungkin melihat sikap para hakim MK lalu dianalisis sendiri. Tapi sidangnya sendiri secara tertutup baru akan dilakukan besok lusa," ucap Mahfud.
"Jadi belum ada keputusannya yang resmi sudah diputuskan 6 banding 3 4 dan sebagainya itu, belum ada. Oleh sebab itu kita harus menunggu," imbuhnya.
Menurut mantan ketua MK itu, pemerintah tidak perlu risau dengan sistem apa pun. Sebab, jika putusannya tertutup, itu berdampak pada partai karena pemilih tidak lagi memilih nama caleg, tapi hanya memilih partai.
"Mungkin dalam seminggu ke depan MK sudah mengeluarkan vonisnya apakah akan terbuka atau tertutup," ucap dia.
Respons KPU soal Kabar MK Bakal Ubah Sistem Pemilu Jadi Tertutup
Ketua KPU Hasyim Asyari merespons soal bocoran putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sistem Pemilu menjadi proporsional tertutup.
Hasyim menyebut sampai saat ini KPU masih menggunakan sistem yang berlaku, yakni proporsional terbuka. KPU menunggu putusan MK.
“Sampai saat ini KPU memonitor apa yang terjadi di perkembangan media massa. Tapi apakah sudah putus apa belum, KPU pegangannya nanti sudah ada putusan MK dibacakan,” kata Hasyim.
Hasyim enggan berspekulasi soal informasi yang disebut Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana bahwa MK akan memutuskan mengubah sistem Pemilu dari terbuka menjadi tertutup.
“Saya kira yang tahu yang bersangkutan yang menyatakan itu di publik, sehingga supaya fair, supaya clear, teman-teman bisa menanyakan kepada yang membuat pernyataan itu,” tutur dia.
Dalam kesempatan sebelumnya, Hasyim menegaskan KPU dalam menyusun surat suara maupun logistik lain untuk Pemilu 2024, tetap mengacu pada sistem proporsional terbuka.
Comments
Post a Comment