Gubernur Baru Lampung dan Tantangan Efisiensi Anggaran dalam Perspektif Hukum

Rifandy Ritongga, Akademik Hukum Tata Negara UBL. | Foto: Istimewa
Rifandy Ritongga, Akademik Hukum Tata Negara UBL. | Foto: Istimewa

Lampung Geh, Bandar Lampung - Rahmat Mirzani Djausal, atau yang akrab disapa Yai Mirza, resmi menjabat sebagai Gubernur Lampung ke-11, membawa harapan besar bagi masyarakat yang menginginkan perubahan nyata. Namun, di tengah euforia kepemimpinan baru, ada tantangan besar yang menantinya: implementasi Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD. Kebijakan ini mengharuskan pemerintah daerah memangkas anggaran yang dianggap tidak efektif, seperti belanja seremonial, perjalanan dinas, hingga pengadaan barang yang tidak mendesak.

Dari perspektif hukum tata negara, kebijakan efisiensi ini memunculkan dilema. Di satu sisi, pemerintah daerah memang harus memastikan bahwa anggaran digunakan dengan bijak dan transparan. Di sisi lain, pemangkasan anggaran yang berlebihan bisa menghambat pembangunan dan membuat kebijakan daerah kehilangan fleksibilitasnya. Dalam sistem pemerintahan kita, undang-undang menjamin otonomi daerah, yang berarti setiap provinsi punya hak untuk mengelola keuangannya sendiri sesuai kebutuhan lokal. Namun, dengan adanya instruksi dari pusat ini, daerah harus menyesuaikan kebijakan anggarannya agar selaras dengan kebijakan nasional.

Sebagai gubernur, Yai Mirza tidak hanya bertanggung jawab terhadap masyarakat yang memilihnya, tetapi juga terhadap pemerintah pusat yang mengawasi kinerjanya. Ini adalah ujian besar. Jika efisiensi anggaran dilakukan dengan baik, maka pemerintahan akan berjalan lebih efektif dan rakyat bisa merasakan dampaknya dalam bentuk pelayanan publik yang lebih baik. Tetapi jika tidak, bisa terjadi ketimpangan, di mana pemotongan anggaran justru merugikan masyarakat yang seharusnya mendapatkan manfaat dari APBD.

Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah transparansi dalam kebijakan anggaran. Pemerintah daerah harus lebih terbuka dalam mengelola dana publik, sehingga masyarakat bisa ikut mengawasi bagaimana anggaran digunakan. Ini bukan hanya soal mengikuti aturan, tetapi juga membangun kepercayaan publik terhadap pemerintahan. Jika masyarakat melihat bahwa efisiensi anggaran hanya menjadi alasan untuk memangkas belanja yang sebenarnya penting bagi mereka, maka kepercayaan terhadap pemerintah bisa menurun.

Selain itu, hubungan antara eksekutif (gubernur) dan DPRD sebagai lembaga legislatif daerah juga akan diuji. DPRD memiliki kewenangan dalam mengawasi APBD, dan jika gubernur tidak berkomunikasi dengan baik dalam menyusun kebijakan efisiensi ini, bisa terjadi konflik yang menghambat jalannya pemerintahan daerah. Ini mengingatkan kita bahwa dalam sistem tata negara yang demokratis, kebijakan tidak bisa dibuat sepihak, tetapi harus melalui dialog dan musyawarah.

Lalu, bagaimana seharusnya Yai Mirza menyikapi tantangan ini? Pertama, ia harus memastikan bahwa kebijakan efisiensi anggaran dilakukan tanpa mengorbankan sektor-sektor penting seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Pemotongan anggaran harus selektif, bukan sekadar asal memangkas angka di atas kertas. Kedua, ia harus memperkuat sistem transparansi dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan anggaran. Jika masyarakat bisa melihat dan memahami mengapa sebuah program diprioritaskan atau dikurangi, mereka akan lebih mudah menerima kebijakan tersebut. Ketiga, gubernur harus membangun komunikasi yang baik dengan DPRD dan birokrasi di bawahnya. Jangan sampai efisiensi anggaran hanya menjadi perintah dari atas tanpa pemahaman yang jelas di tingkat pelaksana.

Pada akhirnya, kesuksesan Yai Mirza sebagai gubernur bukan hanya soal seberapa besar anggaran yang bisa dihemat, tetapi juga seberapa bijak ia dalam menyeimbangkan efisiensi dengan pembangunan yang tetap berjalan. Jika ini bisa dilakukan, Rahmat Mirzani Djausal tidak hanya akan dikenang sebagai pemimpin yang patuh pada kebijakan nasional, tetapi juga sebagai pemimpin yang benar-benar memahami dan memperjuangkan kepentingan daerahnya.

Selamat mengemban amanah kepada Gubernur Lampung, Yai Mirza, dan Wakil Gubernur, Mbak Jihan Semoga setiap langkah yang diambil menjadi langkah menuju perubahan yang lebih baik. Kepemimpinan bukan hanya soal jabatan, tetapi tentang keberanian dalam mengambil keputusan yang berpihak pada rakyat. Selamat bekerja untuk Lampung yang lebih maju!

Oleh : Rifandy Ritonga (Akademik Hukum Tata Negara UBL)

Comments

Popular posts from this blog

Buah yang Bagus untuk MPASI Bayi 6 Bulan

5 Berita Populer: Aisyah Aqilah Rindu Jeff Smith, Mertua Mona Ratuliu Meninggal

Kabar Terbaru KRI Nanggala