ICW: Kasus Korupsi yang Ditangani Kejaksaan, Polisi, dan KPK Turun pada 2024
Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis laporan tren penindakan korupsi sepanjang tahun 2024, di Rumah Belajar ICW, Jakarta Selatan, Selasa (30/9).
Dalam laporan itu, ada sebanyak 364 kasus korupsi yang terjadi dan ditangani oleh aparat penegak hukum (APH) sepanjang 2024, yakni dari unsur Kejaksaan, kepolisian, dan KPK.
"Jumlah perkara dan tersangka yang ditindak aparat penegak hukum justru menurun dan tercatat sebagai yang terendah dalam kurun lima tahun terakhir," ujar Staf Divisi Hukum dan Investigasi ICW, Zararah Azhim Syah, dalam paparannya.
Dari data ICW, Kejaksaan dengan jumlah 263 kasus yang ditangani dengan total 648 tersangka. Kemudian, kepolisian menangani 83 kasus dengan total 191 tersangka. Lalu, KPK yang menangani 18 kasus dengan total 49 tersangka.
Untuk Kejaksaan, kata Azhim, terjadi penurunan jumlah perkara yang ditangani sebanyak 288 kasus dan jumlah tersangka yang berkurang sebanyak 515 orang jika dibandingkan dengan tahun 2023.
"Penurunan signifikan ini menegaskan melemahnya intensitas penindakan, apabila tren tersebut tidak segera dibenahi oleh Kejaksaan akan semakin memperluas ruang gerak pelaku korupsi," ucap Azhim.
Menurut dia, penurunan jumlah perkara dan tersangka tindak pidana korupsi yang ditangani Kejaksaan pada 2024 antara lain disebabkan oleh ketidakmerataan penanganan di seluruh daerah serta masih banyak wilayah yang belum ditangani secara optimal.
Salah satu faktor utamanya, kata Azhim, adalah banyaknya satuan kerja di lingkungan Kejaksaan yang sama sekali tidak melakukan penindakan sepanjang 2024.
"Dari total 34 Kejaksaan Tinggi di Indonesia, hanya 28 Kejaksaan Tinggi yang melakukan penindakan perkara korupsi, dan dari total 502 Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri, hanya terdapat 147 Kejaksaan Negeri yang melakukan penindakan terhadap perkara korupsi," ungkap Azhim.
Kendati begitu, kinerja Kejaksaan dalam mengungkap kerugian negara pada 2024 lebih tinggi dibandingkan aparat penegak hukum lain. Adapun Kejaksaan berhasil mengungkap kerugian negara senilai Rp 277,9 triliun.
Adapun angka kerugian yang berhasil diungkap Kejagung itu sekitar 99,2 persen dari total keseluruhan kerugian keuangan negara kasus korupsi sepanjang 2024 yang mencapai Rp 279,9 triliun.
Untuk kinerja penindakan korupsi oleh kepolisian, kata Azhim, juga relatif menurun. Ia menjelaskan, kinerja korps bhayangkara tahun 2024 menjadi yang terburuk selama lima tahun terakhir.
"Jika dibandingkan dengan empat tahun sebelumnya, kinerja kepolisian pada tahun 2024 merupakan yang terburuk, baik dari segi jumlah perkara yang disidik, maupun jumlah tersangka yang ditetapkan," tutur Azhim.
Adapun pada tahap penyidikan, jumlah perkara yang ditangani kepolisian menurun sekitar 56,7 persen atau berkurang 109 kasus dibandingkan tahun 2023.
Untuk jumlah tersangka yang diungkap kepolisian, menurun sekitar 50 persen atau berkurang 194 orang tersangka dibandingkan tahun 2023.
"Penurunan jumlah kasus dan tersangka yang ditangani oleh Kepolisian salah satunya disebabkan oleh banyaknya Satker yang belum melakukan penindakan perkara korupsi pada tahun 2024," papar Azhim.
Sementara itu, terkait kinerja kepolisian dalam mengungkap kerugian keuangan negara hasilnya adalah terburuk dibanding dua penegak hukum lain.
"Pada tahun ini, kepolisian hanya berhasil mengungkap kerugian negara sebesar Rp 429.994.408.000," ungkapnya.
Terakhir, untuk penindakan oleh KPK, juga mengalami penurunan. Bahkan, KPK menjadi aparat penegak hukum yang paling sedikit menangani kasus korupsi.
"Dari [tahun] sebelumnya 48 kasus, saat ini hanya terdapat 18 kasus. Kemudian, tersangka juga turun sekitar 98 orang tersangka atau 67 persen lebih rendah dari tahun 2023," ujar Azhim.
"Capaian ini merupakan yang terendah dalam kurun lima tahun terakhir," jelas dia.
Azhim menilai, penurunan kinerja penindakan KPK di tahun 2024 itu salah satunya disebabkan oleh revisi UU KPK. Untuk itu, ia meminta Presiden segera mengembalikan independensi KPK.
"Apabila Presiden tidak memiliki niat baik untuk mengembalikan independensi KPK, maka KPK akan hanya akan menjadi macan ompong yang semakin hari tidak memiliki taring untuk memberantas perkara megakorupsi," tuturnya.
Adapun dari total 18 kasus tersebut, kata Azhim, hanya lima kasus yang ditangani KPK melalui strategi operasi tangkap tangan (OTT).
Padahal, lanjutnya, OTT selama ini merupakan salah satu strategi andalan KPK yang berkontribusi besar dalam membangun citra positif lembaga di mata publik.
Sementara itu, KPK menunjukkan peningkatan kinerja dari aspek potensi kerugian negara pada tahun 2024. ICW mengungkapkan, lembaga antirasuah berhasil mengungkap potensi kerugian negara sebesar Rp 1,5 triliun.
Namun, Azhim menyayangkan angka kerugian negara tersebut tidak dibarengi dengan upaya perampasan aset yang maksimal oleh KPK.
"Mengapa? Karena dari total 18 kasus yang ditangani oleh KPK, baru terdapat 1 kasus yang dijerat dengan Pasal 18 Undang-Undang Tipikor dan 4 kasus yang dijerat dengan pidana pasal pencucian uang," pungkasnya.
Adapun laporan tren penindakan tersebut disusun berdasarkan kompilasi kasus tindak pidana korupsi yang telah masuk tahap penyidikan dan telah terdapat penetapan tersangka. Kasus tersebut yakni perkara yang telah masuk tahap penyidikan sejak 1 Januari hingga 31 Desember 2024.
Untuk sumber data utama berasal dari publikasi resmi lembaga penegak hukum, yakni Kejaksaan, kepolisian, dan KPK, yang kemudian dilengkapi dengan pemberitaan media massa nasional maupun lokal.
Dalam menggunakan pemberitaan media daring, ICW menerapkan sejumlah kriteria seleksi untuk menjaga akurasi dan kredibilitas data. Media yang dijadikan rujukan adalah media yang memiliki rekam jejak profesional, berbadan hukum, dikelola oleh redaksi yang jelas, dan konsisten mematuhi prinsip-prinsip jurnalisme.
Selain itu, ICW juga mengutamakan media yang kredibel secara nasional maupun lokal, bukan blog, atau media yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sumber dan keberadaannya. Untuk menjamin validitas dan konsistensi informasi, setiap kasus yang dipantau minimal diverifikasi melalui tiga sumber pemberitaan media daring yang berbeda.
Comments
Post a Comment