Kisah 2 Perempuan di Jakarta yang Pilih Mengabdi Lewat Pasukan Putih
Di antara ratusan wajah yang berdiri tegak di halaman Balai Kota DKI Jakarta, ada dua perempuan yang diam-diam menaruh harapan besar di balik rompi putih mereka.
Eka (32), seorang bidan, dan Ika (25), yang sebelumnya bekerja sebagai KOL specialist. Dua latar yang berbeda, tapi sama-sama digerakkan oleh empati. Mereka bergabung dalam Pasukan Putih, layanan kesehatan warga di Jakarta.
Bagi Ika, bergabung dengan Pasukan Putih bukan soal karier baru, melainkan panggilan hati. Ia mengaku tak punya latar belakang kesehatan.
“Aku awalnya freelance di salah satu agensi. Sebelumnya aku KOL specialist. Aku background-nya SMA,” ujar Ika membuka kisahnya, saat ditemui kumparan usai pelepasan Pasukan Putih di Balai Kota, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (29/10).
Suatu hari, ia menemani sang nenek berobat ke rumah sakit. Dari sana, matanya terbuka. Ia melihat beberapa pasien lansia datang sendirian, tanpa didampingi keluarga.
“Ada satu momen aku mengantarkan nenek. Di sekitar tuh kayak ada beberapa pasien yang enggak dianterin. Terus kan kita sekarang pakai digital, kayak JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Ada beberapa lansia yang enggak ngerti seperti itu. Nah, tergerak sih ya ada rasa empati seperti itu,” kata Ika.
Ia menyadari, rasa peduli saja tak cukup. Ia ingin punya bekal agar bisa membantu dengan benar.
“Kalau semisal aku enggak masuk ke sini (Pasukan Putih), aku mau mengajarkan tuh malah takutnya dikiranya sok tahu atau gimana. Kalau semisal aku punya background ini, sudah ada pelatihan, kebetulan kan rumah sakitnya dekat rumah, ada beberapa yang kenal,” tuturnya.
Kini, lewat pelatihan Pasukan Putih, Ika belajar dari awal: mulai dari cara memandikan pasien, mengganti diapers, mengecek TTV (tanda-tanda vital), sampai membersihkan luka. Ia mengaku semua ilmu yang didapat akan terpakai di lapangan.
“Karena kita sudah dibekali pelatihan dan semua pelatihan tuh terpakai, Kak. Etika, etiket, terus cek TTV, cara mandiin, cara ganti diapers, itu tuh sudah semua kita pada saat itu pelatihan,” katanya.
Panggilan Jiwa Seorang Bidan
Berbeda dengan Ika, bagi Eka, dunia kesehatan sudah menjadi bagian dari hidupnya. Sejak awal ia tahu ke mana ingin berbakti.
“Kalau saya kebetulan adalah bidan, lulusan kebidanan memang. Jadi memang sudah jiwa ya mungkin ya. Sudah jiwa kebiasaan dengan pasien,” tuturnya.
Namun, menjadi bagian dari Pasukan Putih memberinya pandangan baru tentang tantangan di lapangan terutama di wilayah padat seperti Kelurahan Kamal, Kalideres, Jakarta, tempat ia bertugas.
“Kalau kita itu di Kalideres, terutama di Kelurahan Kamal itu apa ya, pendidikannya itu minim, kemudian pengetahuannya minim. Jadi agak susah juga untuk bujuk mereka itu sadar akan kesehatan,” ujar Eka.
Ia bahkan sering menghadapi penolakan dari warga saat datang berkunjung.
“Kadang-kadang saya turun pun, masih banyak penolakan. Saya enggak ngerti penolakannya itu apa alasannya, cuma kalau misalkan saya datang ke lansia, dia cuma bilang, ‘Ah, itu mah sudah penyakit tua. Jadi percuma mau diobatin kayak gimana juga’,” jelas Eka.
Namun bagi Eka, setiap kunjungan adalah kesempatan untuk memberi pengertian dan harapan baru.
“Padahal kan kita bisa usahakan ya, paling enggak kalau misalkan kita tahu penyakitnya itu apa, bisa kita obati gitu, bisa kita rujuk juga ke rumah sakit, bisa meningkatkan hidup dia. Awalnya misalkan dari tirah baring, bisa duduk, bisa beraktivitas lagi,” ujarnya.
Usai dilantik hari ini, Eka dan Ika akan resmi bertugas di Kecamatan Kalideres mulai besok, Kamis (29/10). Setiap hari, mereka menargetkan dua pasien yang dikunjungi langsung ke rumah. Ada yang lansia, ada pula penyandang disabilitas.
Namun, keduanya bekerja di Puskesmas Pembantu (pustu) yang berbeda. Eka di Kelurahan Kamal dan Ika di Kelurahan Pegadungan.
“Kita punya target. Jadi minimal itu satu orang Pasukan Putih itu dua. Dua pasien sehari yang didatangi ke rumah langsung,” kata Eka.
“Kebetulan Ika memang enggak ada bidang di kesehatan, tapi Ika kan berdua (dengan rekan). Jadi yang satu tuh memang ada bidang kesehatan. Jadi memang saling membantu,” sambung Ika menimpali.
Empati yang Jadi Pondasi
Bagi Ika, keputusan bergabung bukan semata soal pekerjaan. Ini tentang menyalurkan empati yang awalnya hanya terbatas di lingkar keluarga, menjadi sesuatu yang lebih luas.
“Karena adanya empati. Pertama kan di ruang lingkup yang kecil, dari keluarga dulu. Ternyata empatinya ada, terus kemudian di sini juga difasilitasi bekerja seperti itu,” ujarnya.
Ia percaya, setiap pasien punya cerita dan keajaiban masing-masing.
“Ternyata pada saat kunjungan terakhir kemarin kan Ika sempat kunjungan beberapa, terus terakhir tuh itu entah kebaikan apa yang pasien lakukan sehingga keluarga tuh benar-benar ngurus,” jelas Ika.
Pemprov DKI Melepas Pasukan Putih
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta melepas 584 Pasukan Putih, tenaga layanan kesehatan warga. Pasukan Putih ini akan bertugas memberikan pelayanan gratis bagi masyarakat rentan seperti lansia, difabel, dan warga dengan keterbatasan aktivitas harian.
Tak hanya fokus pada perawatan fisik, mereka juga dibekali kemampuan pendampingan psikososial untuk membantu pasien dan keluarganya menghadapi tekanan emosional.
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mengatakan, Pasukan Putih memiliki peran penting dalam memperluas akses kesehatan hingga ke wilayah padat penduduk. Ia menekankan pentingnya sentuhan personal dalam menjalankan tugas.
“Tugas utama sebagai Pasukan Putih, harus memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat yang membutuhkannya. Terutama para lansia, difabel, di mana saja mereka yang membutuhkan kehadiran saudara-saudara sekalian,” ujar Pramono.
“Dan yang paling penting adalah, untuk masyarakat yang seperti ini, sentuhan personal itu menjadi penting. Memandang dengan penuh mata yang berbinar-binar yang ingin menyelesaikan segala persoalan di masyarakat,” sambungnya.
Comments
Post a Comment