Denny Indrayana Sebut UU Kementerian Negara dan Wantimpres Rentan Dibatalkan MK

Denny Indrayana bentangkan spanduk Jokowi don't cawe-cawe stop dynasty di Melbourne. Foto: Dok. Denny Indrayana
Denny Indrayana bentangkan spanduk Jokowi don't cawe-cawe stop dynasty di Melbourne. Foto: Dok. Denny Indrayana

DPR RI dan Pemerintah telah menyepakati pengesahan dua perubahan undang-undang, yakni Kementerian Negara dan Wantimpres. Hal tersebut disepakati dalam Rapat Paripurna di DPR RI, Kamis (19/9).

Guru Besar Hukum Tata Negara sekaligus Senior Partner INTEGRITY Law Firm, Denny Indrayana, punya catatan soal dua UU ini. Menurutnya, dua produk hukum ini sangat rentan dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

"Meskipun sekilas menguatkan prinsip hak prerogatif presiden dalam menyusun kabinet, serta kelembagaan wantimpres, kedua RUU tersebut paling tidak mempunyai empat cacat, sehingga rentan dibatalkan di Mahkamah Konstitusi," kata Denny dalam keterangannya.

Berikut empat cacat menurut Denny:

  • Cacat Konstitusional, utamanya dengan menyatakan Wantimpres sebagai lembaga negara. Padahal, organ negara DPA sudah dihapuskan oleh Perubahan UUD 1945, sehingga hanya menjadi lembaga eksekutif (executive agency), bukan lembaga negara, apalagi disejajarkan dengan organ konstitusi. Menyatakan Wantimpres adalah lembaga negara dengan segala fasilitas dan protokolernya, dapat bermakna bertentangan dengan konstitusi.

  • Cacat Legislasi, prosesnya yang kilat dan mengejar target, di akhir masa jabatan DPR dan Presiden, menyebabkan tidak adanya partisipasi yang bermakna (meaningful participation) dalam proses pembuatan dua RUU tersebut. Padahal sudah jelas, MK membatalkan UU Ciptaker karena tidak adanya partisipasi yang bermakna tersebut.

  • Cacat Etika Bernegara, dua RUU kejar tayang di akhir-akhir masa jabatan Presiden dan DPR yang secara etika bernegara seharusnya tidak lagi layak menghasilkan keputusan-keputusan strategis, yang berdampak luas dalam kehidupan berbangsa, apalagi prosesnya sangat elitis, mengabaikan masukan dan kepentingan publik yang lebih luas.

  • Cacat Demokrasi, kedua RUU tersebut, Kementerian Negara dan Wantimpres mempunyai kesamaan karakter, diubah untuk memberikan kesempatan pemerintahan baru lebih mudah membagi portofolio alias posisi dan jabatan kekuasaan (distribution of power and asset). Satu sisi, pembagian kue kekuasaan menguatkan koalisi pemerintahan, namun pada sisi yang lain, mematikan kekuatan oposisi. Padahal tanpa kontrol dan oposisi yang efektif, pemerintahan akan cenderung kolutif dan koruptif. Dua hal yang sangat membahayakan kehidupan demokrasi. Terlebih demokrasi meniscayakan perbedaan pandangan dan sikap kritis terhadap kekuasaan.

"Karena empat cacat fundamental di atas, setelah diundangkan, kedua RUU tersebut layak diajukan uji formil dan materiil ke MK, dan terbuka peluang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi," pungkasnya.

Ilustrasi gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Ilustrasi gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan

UU Kementerian Negara dan Wantimpres

UU Kementerian Negara mencakup beberapa hal penting yang melandasi presiden terpilih Prabowo Subianto dalam mengatur kabinetnya nanti.

Ada beberapa pasal yang menjadi sorotan yakni aturan mengenai jumlah menteri yang sebelumnya dibatasi sebanyak 34 orang menjadi tidak terbatas.

Secara garis besar, berikut adalah enam perubahan dalam UU Kementerian Negara:

  • Penyisipan Pasal 6A terkait pembentukan kementerian tersendiri yang didasarkan pada sub-urusan pemerintahan sepanjang memiliki keterkaitan ruang lingkup urusan pemerintahan;

  • Penyisipan Pasal 9A terkait penulisan, pencantuman dan atau pengaturan unsur organisasi dapat dilakukan perubahan oleh presiden sesuai kebutuhan penyelenggaraan;

  • Penghapusan penjelasan Pasal 10 sebagai akibat putusan Mahkamah Konstitusi no 79/PUU-IX/2011;

  • Perubahan Pasal 15 dan penjelasannya terkait jumlah kementerian yang ditetapkan sesuai kebutuhan presiden;

  • Perubahan judul BAB VI menjadi Hubungan Fungsional Kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian, lembaga nonstruktural, dan lembaga pemerintah lainnya. Perubahan ini sebagai konsekuensi atas penyesuaian terminologi lembaga nonstruktural yang diatur dalam perubahan pasal 25; dan

  • Penambahan ketentuan mengenai tugas pemantauan dan peninjauan terhadap UU di pasal II.

Sementara, terkait UU Wantimpres, di antaranya perubahan nomenklatur dari Wantimpres saja menjadi Wantimpres Republik Indonesia.

Lalu, aturan bahwa jumlah anggota Wantimpres kini menjadi tidak terbatas hingga jabatan ketua wantimpres yang bisa digilir sesuai dengan wewenang presiden.

Comments

Popular posts from this blog

Buah yang Bagus untuk MPASI Bayi 6 Bulan

5 Berita Populer: Aisyah Aqilah Rindu Jeff Smith, Mertua Mona Ratuliu Meninggal

Kabar Terbaru KRI Nanggala