Hendry Lie Dituntut 18 Tahun Penjara dan Uang Rp 1,05 T Terkait Kasus Timah

Petugas membawa pengusaha Hendry Lie (tengah) menuju ke mobil tahanan usai diperiksa di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (19/11/2024). Foto: Idlan Dziqri Mahmudi/ANTARA FOTO
Petugas membawa pengusaha Hendry Lie (tengah) menuju ke mobil tahanan usai diperiksa di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (19/11/2024). Foto: Idlan Dziqri Mahmudi/ANTARA FOTO

Bos maskapai Sriwijaya Air, Hendry Lie, dituntut pidana 18 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan bahwa Hendry Lie terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara mencapai Rp 300 triliun itu.

"[Menuntut Majelis Hakim] menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 18 tahun," ujar jaksa membacakan amar tuntutannya, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (22/5).

Selain pidana badan, Hendry Lie juga dituntut pidana denda sebesar Rp 1 miliar, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun.

Tak hanya itu, Hendry Lie juga dibebankan pembayaran uang pengganti sebesar Rp 1,05 triliun, dengan ketentuan apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar paling lama dalam waktu 1 bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 10 tahun," tutur jaksa.

"Atau apabila terpidana membayar uang pengganti dengan jumlah yang kurang dari kewajiban uang pengganti, maka jumlah uang pengganti yang dibayarkan tersebut akan diperhitungkan dengan lama pidana tambahan berupa pidana penjara sebagai pengganti kewajiban uang pengganti," pungkas jaksa.

Akibat perbuatannya, jaksa meyakini Hendry Lie terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan primer.

Sebelum membacakan amar tuntutannya, jaksa turut mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan bagi Hendry Lie.

Hendry Lie baru ditangkap Kejagung pada Senin (18/11) malam. Ia ditangkap di Bandara Soetta sepulangnya dari Singapura. Foto: Jonathan Devin/kumparan
Hendry Lie baru ditangkap Kejagung pada Senin (18/11) malam. Ia ditangkap di Bandara Soetta sepulangnya dari Singapura. Foto: Jonathan Devin/kumparan

Hal yang memberatkan tuntutan yakni perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi kolusi dan nepotisme, perbuatan terdakwa telah menyebabkan kerugian negara yang sangat besar termasuk kerugian negara dalam bentuk kerusakan lingkungan yang sangat masif, dan terdakwa telah menikmati hasil tindak pidananya.

Sementara itu, hal yang meringankan tuntutan yakni terdakwa belum pernah dihukum.

Dalam kasus tersebut, Hendry Lie didakwa terlibat dan memperkaya diri sendiri hingga Rp 1,05 triliun.

"Memperkaya terdakwa Hendry Lie melalui PT Tinindo Internusa setidak-tidaknya Rp 1.059.577.589.599.19," kata jaksa membacakan surat dakwaannya, Kamis (30/1) lalu.

Selain itu, jaksa juga menyebut Hendry Lie melakukan korupsi bersama-sama General Manager Operasional PT Tinindo Internusa Rosalina, Marketing PT Tinindo Internusa 2008–2018 Fandy Lingga, Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (PT RBT) Suparta, Direktur Pengembangan Usaha PT RBT Reza Andriansyah, dan Harvey Moeis yang mewakili PT RBT.

Hendry Lie juga didakwa melakukan korupsi bersama-sama dengan terdakwa lainnya dalam kasus ini yang sudah menjalani persidangan, yakni Tamron alias Aon, Hasan Thjie, Kwan Yung, Suwito Gunawan, MB Gunawan, Robert Indarto, Suranto Wibowo, Amir Syahbana, Rusbani, Bambang Gatot Ariyono, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Emil Ermindra, dan Alwin Albar.

Adapun dalam kasus tersebut, Kejagung juga telah menjerat 22 orang sebagai tersangka. Banyak di antaranya yang sudah masuk tahap persidangan, termasuk Harvey Moeis dan crazy rich PIK Helena Lim.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan bahwa kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah terbukti mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 300 triliun.

Comments

Popular posts from this blog

Jadwal Pekan Suci 2025, dari Minggu Palma sampai Paskah

Penjelasan Tanah 10 Ru Berapa Meter Persegi

Apa Itu TPUA yang Belakangan Viral di Berbagai Media? Ini Ulasannya