Tudingan AS ke Harvard: Ada Kaitan dengan PKC, Pro Teroris

Pemerintah Amerika Serikat (AS) mencabut SEVP milik Universitas Harvard. SEVP adalah Program Pertukaran Pendatangan Pelajar di AS, yang memungkinkan bagi Harvard menerima mahasiswa internasional.
Sementara pencabutan sendiri dilakukan oleh Menteri Departemen Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem, pada Kamis (22/5).
Mengapa hal itu bisa terjadi?
Dikutip dari laman resmi Departemen Keamanan Dalam Negeri AS, Harvard dinilai melanggar sejumlah hal.
"Petinggi Harvard telah menciptakan kawasan yang tidak aman, dengan menyediakan ruang bagi gerakan anti-Amerika, pro-teroris, yang bahkan mengganggu secara fisik banyak mahasiswa Yahudi," kata Departemen Keamanan Dalam Negeri AS, dikutip Sabtu (24/5).
Selain itu, Harvard juga dituding menampung para agitator. Tak jelas yang dimaksud agitator ini, tapi AS mengaitkannya dengan hubungan antara Harvard dan Partai Komunis China (PKC).
"Banyak agitator yang merupakan pelajar asing. Harvard memfasilitasi mereka, lalu terlibat berkoordinasi dengan PKC, termasuk melatih anggota PKC yang terlibat genosida di Uyghur," kata Departemen Keamanan Dalam Negeri.

Pencabutan SEVP ini sebetulnya tidak serta merta terjadi. Telah terjadi gesekan sebelumnya.
Pada 16 April 2025, Noem meminta Harvard memberi informasi tentang kegiatan kriminal dan tak pantas oleh para mahasiswa asing mereka di kampus. Noem mengatakan, jika tidak dipatuhi, maka SEVP dicabut.
"Harvard menolak memberi informasi yang diminta, dan mengabaikan permintaan dari Kantor Daerah. Maka, Menteri Noem hanya menepati janjinya untuk melindungi para mahasiswa dari teroris dan simpatisannya mendapatkan manfaat dari pemerintah AS," papar Departemen itu.
Mereka juga menjabarkan alasan-alasan penguat seperti ada kelompok mahasiswa yang disebut Pro-Hamas terus mempromosikan sikap anti-semit usai serangan 7 Oktober 2023, dan tetap diberi beasiswa.
"Ada lagi peristiwa, di mana seorang mahasiswa Yahudi yang akan menceritakan pengalaman kakeknya selaku penyintas Holocaust, yang akhirnya mengungsi ke Israel. Cerita ini ditolak oleh penyelenggara, dan bahkan ditertawakan karena cerita itu tidak menarik," papar Departemen Keamanan Dalam Negeri.
Soal kaitan dengan PKC, Departemen Keamanan Dalam Negeri menjabarkan sejumlah tudingan keterkaitan.

"Para peneliti Harvard berkolaborasi dengan para akademisi China dalam sebuah proyek yang didanai Iran, dan bekerja sama dengan Universitas di China untuk pengembangan militer. Termasuk pengembangan pesawat dan optik, menggunakan biaya Kementerian Pertahanan AS," terangnya.
Selain itu, Harvard juga dituding melatih dan mendidik anggota Korps Pekerja Produksi dan Konstruksi Xinjiang (XPCC), sebuah grup paramiliter PKC yang terlibat genosida di Uyghur.
"Bahkan setelah organisasi itu masuk ke daftar yang diwaspadai di AS pada 2020, mereka tetap melanjutkan hubungan hingga tahun 2024," kata Departemen Keamanan Dalam Negeri.
SEVP Ditangguhkan Pengadilan Federal Boston
Menanggapi hal tersebut, Harvard telah mengajukan aduan pada Jumat (23/5) ke pengadilan federal Boston.
Akhirnya, aduan Harvard itu diterima. Dikutip dari situs resminya, Pengadilan Federal Boston mengabulkan status quo keputusan pencabutan SEVP itu untuk sementara, sampai ada persidangan.
Berikut bunyi putusan itu:
'Memutuskan status quo, dan aduan penggugat dikabulkan. Maka, bagi para tergugat dilarang untuk:
a. Mengiplementasikan, melembagakan, atau memberlakukan pencabutan sertifikasi SEVP penggugat.
b. Memberikan kekuatan atau efek apa pun pada Pemberitahuan Pencabutan Departemen Keamanan Dalam Negeri tertanggal 22 Mei 2025'.
Comments
Post a Comment