35 Penggerak Lintas Iman di Lampung Bangun Ekosistem Pembaharu Lewat Gaharu

Workshop Penggerak Kawasan Gaharu Lampung di Pesantren Payungi, Kota Metro, Provinsi Lampung | Foto : Dok. Ist
Workshop Penggerak Kawasan Gaharu Lampung di Pesantren Payungi, Kota Metro, Provinsi Lampung | Foto : Dok. Ist

Lampung Geh, Metro — Sebanyak 35 penggerak lintas iman dan lintas generasi dari berbagai komunitas di Lampung mengikuti Workshop Penggerak Kawasan Gaharu Lampung di Pesantren Payungi, Kota Metro, pada 31 Oktober–2 November 2025.

Kegiatan bertema “Semua Orang Pembaharu, Semua Orang Bisa Menggerakkan Perubahan” ini merumuskan langkah kolektif menjawab krisis sosial dan lingkungan yang kian mendesak di provinsi tersebut.

Berdasarkan data lingkungan, 68 persen sumber air warga Kota Metro tercemar tinja akibat kebocoran tangki septik. Akses sanitasi aman di Provinsi Lampung baru mencapai 2,3 persen, sementara sepanjang 2024 tercatat 120 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 432 pengajuan dispensasi kawin.

Workshop Penggerak Kawasan Gaharu Lampung di Pesantren Payungi, Kota Metro, Provinsi Lampung | Foto : Dok. Ist
Workshop Penggerak Kawasan Gaharu Lampung di Pesantren Payungi, Kota Metro, Provinsi Lampung | Foto : Dok. Ist

Workshop ini mempertemukan penggerak komunitas, pendidik, mahasiswa, influencer, jurnalis, serta perwakilan lembaga sosial dan keagamaan untuk memperkuat jejaring dan membangun ekosistem pembaharu berbasis nilai lokal, solidaritas, dan spiritualitas.

Inisiator YSC Indonesia sekaligus Tim Kawasan Gaharu Lampung, Iffah Rachmi mengatakan, krisis sosial dan lingkungan di Lampung perlu dijawab dengan gerakan lintas iman dan generasi.

Workshop Penggerak Kawasan Gaharu Lampung di Pesantren Payungi, Kota Metro, Provinsi Lampung | Foto : Dok. Istl
Workshop Penggerak Kawasan Gaharu Lampung di Pesantren Payungi, Kota Metro, Provinsi Lampung | Foto : Dok. Istl

“Lampung sedang menghadapi banyak krisis, tapi sekaligus punya banyak harapan. Lintas iman dan lintas generasi menjadi penting karena perubahan tidak bisa berdiri di atas satu kelompok saja. Setiap orang — tua, muda, perempuan, laki-laki, dari agama apa pun — punya peran untuk saling mendengar, memahami, dan bergerak bersama,” ujarnya.

Ia menjelaskan, gerakan Gaharu diharapkan menjadi ruang aman untuk belajar bersama dan menumbuhkan semangat pembaharu dari keluarga, sekolah, hingga komunitas.

“Lewat Gaharu, kami ingin menciptakan ruang aman untuk belajar bersama, membangun ekosistem pembaharu dari keluarga, sekolah, dan komunitas,” katanya.

Workshop ini menjadi bagian dari pembentukan Tim Kawasan Gaharu Lampung (Gerakan Pembaharu) — kolaborasi antara WES Payungi, Jan Ayu Etknik, PGRI Lampung, YSC Indonesia, dan Dongeng Dakocan, dengan fasilitasi Ashoka Indonesia, organisasi global pionir kewirausahaan sosial sejak 1981.

Direktur Ashoka Indonesia, Nani Zulminarni menegaskan, bahwa perubahan sosial harus berakar dari keluarga.

“Perubahan sejati dimulai dari rumah. Ketika keluarga menjadi ruang yang menumbuhkan empati, kolaborasi, dan keberanian untuk bertindak, masyarakat pun tumbuh dengan kepemimpinan yang berakar kuat,” katanya.

Ia menambahkan, Ashoka sedang membangun ekosistem pembaharu (changemaker ecosystem) di empat kota Indonesia — Bandung, Pontianak, Surabaya, dan Lampung — sebagai simpul gerakan sosial baru di Asia Tenggara.

“Lampung memiliki energi luar biasa: ada solidaritas lintas iman, peran aktif perempuan, dan semangat komunitas yang kuat. Semua ini adalah bahan bakar bagi gerakan pembaharu yang berkelanjutan,” ujarnya.

Pendiri Payungi sekaligus tim Gaharu Lampung, Dharma Setyawan, menilai gerakan sosial hanya akan kuat bila tumbuh dari dalam masyarakat.

“Ekosistem perubahan tidak bisa dibentuk dari luar. Ia harus tumbuh dari dalam masyarakat, dengan semangat gotong royong dan keberlanjutan,” katanya.

“Agen perubahan sejati adalah mereka yang mampu menumbuhkan nilai kemanusiaan dari kesejahteraan material, mental, hingga spiritual,” tambahnya.

Peserta workshop, James Reinaldo Rumpia (32), peneliti di Fakultas Hukum Universitas Lampung, menilai kegiatan ini mempertemukan banyak penggerak dengan visi berbeda namun nilai yang sama.

“Saya melihat peserta di sini sudah menjadi penggerak. Kegiatan ini mempertemukan orang-orang dengan visi berbeda tapi nilai yang sama—bagaimana kita bisa saling terkoneksi dan berkolaborasi agar dampak perubahan lebih masif,” ujarnya.

Sementara Novfitri Ratna Sari (20), mahasiswa Universitas Malahayati sekaligus influencer, menilai ruang seperti ini penting bagi generasi muda.

“Banyak anak muda di Lampung ingin bergerak, tapi masih berjuang sendirian. Workshop ini jadi ruang untuk saling terhubung lintas generasi, belajar dari pengalaman para penggerak, dan memperluas cara pandang agar gerakan kami bisa lebih berdampak,” tuturnya.

Kawasan Gaharu Lampung merupakan inisiatif kolaboratif yang menghubungkan berbagai komunitas penggerak di provinsi ini untuk membangun ekosistem pembaharu lintas bidang, lintas generasi, dan lintas iman.

Melalui dukungan Ashoka Indonesia, gerakan ini diharapkan menjadi model ruang belajar sosial yang memadukan spiritualitas, aksi kolektif, dan inovasi komunitas dalam menghadapi tantangan lokal. (Cha)

Comments

Popular posts from this blog

5 Berita Populer: Aisyah Aqilah Rindu Jeff Smith, Mertua Mona Ratuliu Meninggal

Buah yang Bagus untuk MPASI Bayi 6 Bulan

Keterkaitan antara Pancasila dengan Konsep Pendidikan Budi Pekerti